Uzlifah Rusydiana

Belajar dan terus belajar... ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Piramida Literasi

Piramida Literasi

Kegiatan literasi di sekolah mulai diaktifkan kembali dengan mewajibkan siswa membaca selama 15 menit sebelum pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan literasi itu tidak sekadar membaca. Menulis, berhitung, menonton video sarat muatan karakter, belajar tarian daerah, melakukan pengamatan juga termasuk kegiatan literasi. Namun, sebagai langkah awal, tak mengapa jika membaca menjadi fokus awal kegiatan literasi. Di samping karena literasi membaca siswa Indonesia selalu menempati peringkat bawah dalam penilaian PISA.

Salah satu strategi menumbuhkan cinta membaca pada siswa adalah tidak memberikan tagihan. Ya...cukup membaca saja agar tidak memberatkan siswa. Namun, strategi ini tidak saya terapkan di kelas saya.

Saya selalu melatih siswa untuk memberikan feedback atau refleksi terhadap buku yang telah dibaca. Banyak cara yang saya lakukan. Kadang saya meminta siswa menuliskannya di buku budaya baca, di pohon literasi, merangkumnya dalam bentuk mind mapping, dalam bentuk gambar, dan lain sebagainya.

Apa saja yang dirangkum? Hal-hal yang dirangkum adalah siapa saja tokohnya, latar tempat, latar waktu, alur cerita, pesan moral, hingga ringkasan cerita. Lalu beberapa siswa membacakan di depan kelas. Siswa yang sudah membaca hari ini, tidak boleh membaca lagi esok harinya agar siswa yang lain memiliki kesempatan yang sama. Tujuannya, tentu untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa.

Nah, kali ini saya mita siswa merangkum hasil bacaannya dalam bentuk piramida, yang selanjutnya saya beri nama piramida literasi. Caranya sangat mudah. Persiapkan beberapa lembar kertas lipat berwarna-warni. Usahakan setiap bagian pada piramida menggunakan warna yang berbeda.

Seperti halnya konsep piramida. Bagian bawah adalah bagian yang paling luas dan semakin kecil ke bagian puncak. Misalnya: dalam cerita tersebut memiliki lima tokoh, empat latar tempat, tiga latar waktu, dua alur cerita, dan satu pesan moral. Maka, bagian paling bawah kita tuliskan siapa saja tokohnya, baik protagonis maupun antagonis, bagian atasnya latar tempat. Kemudian, latar waktu, alur cerita, dan bagian paling atas adalah pesan moral.

Lima unsur tersebut menggunakan warna yang berbeda agar lebih menarik. Kertas-kertas lipat tersebut kita tempel di buku budaya baca agar terdokumentasi secara rapi dan tidak tercecer.

Dalam membuat piramida literasi, jumlah tiap bagian tidak harus urut seperti itu. Misalnya saja jumlah tokoh enam, latar tempat ada empat, latar waktu ada tiga, dan seterusnya. Tidak ada bagian yang jumlahnya lima. Tidak masalah. Tetap bisa dimasukkan dalam piramida literasi.

Selanjutnya, siswa membacakan hasil ringkasannya di depan kelas dengan membawa piramida literasi. Terserah siswa mau bercerita mulai dari bagian mana dari piramida literasi yang dia buat. Tidak harus dari atas atau dari bawah dan tidak harus berurutan. Jika diberi keharusan membaca dari bagian atas atau bawah, dikhawatirkan pada bagian itu tertulis pesan moral. Sedangkan pesan moral biasanya disampaikan pada bagian akhir. Jadi, fleksibel saja mau dari bagian mana siswa akan bercerita. Bisa dimulai dari tokoh dulu. Lalu tempat dan waktu. Atau bisa juga waktu dan tempat dulu lalu tokoh, dan seterusnya.

Kelemahan strategi ini, tidak berlaku untuk semua jenis cerita dan agak sulit diterapkan untuk kelas 1, 2, dan 3 karena memerlukan analisis lebih mendalam terhadap isi bacaan. Untuk jenjang SD, bisa diterapkan di kelas atas, yaitu kelas 4, 5, dan 6. Tidak semua cerita memiliki jumlah unsur yang perbedaannya bisa dibentuk menjadi sebuah piramida. Tidak mudah menemukan cerita dengan jumlah unsur yang bisa dibentuk piramida. Bisa saja jumlah antara tokoh sama dengan latar tempat atau unsur lainnya. Itu sangat mungkin terjadi. Jika siswa tidak menemukan cerita dengan jumlah unsur cerita membentuk piramida, tidak perlu dipaksakan. Biarkan dia menulis rangkumannya seperti hari-hari sebelumnya di buku budaya baca.

Kelemahan berikutnya adalah membutukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, tak perlu sering dilakukan. Hanya waktu-waktu tertentu untuk menghilangkan kejenuhan siswa terhadap aktivitas membaca 15 menit setiap harinya. Misalnya setelah ulangan tengah semester atau ulangan akhir semester.

Namun, strategi ini juga memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya: menumbuhkan kreativitas siswa, mengingat isi bacaan lebih lama, dan melatih siswa untuk menganalisis sebuah cerita.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih inspirasinya Bu.. saya contek buat siswa sy ya..

27 Apr
Balas

Siap, Bund. Monggo.... :)

27 Apr

Menarik sekali

28 Apr
Balas

Sangat manginspirasi, insyaAllah selesai pandemik aku akan coba tehnik ini, terutama ketika materinya adalah sejarah

27 Apr
Balas

Siap, Bunda...semangat dan sukses selalu buat njenengan :)

27 Apr



search

New Post